Peringkat Kredit AS Turun karena Utang Membengkak, Begini Dampaknya
时间:2025-05-19 17:31:38 出处:时尚阅读(143)
Amerika Serikat kembali menghadapi tekanan ekonomi setelah lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit negara tersebut. Moody’s menyebut alasan utama penurunan ini adalah besarnya utang AS yang saat ini telah mencapai US$36 triliun (Rp593,78 Triliun), ditambah dengan kurangnya langkah nyata dari pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran.
Moody’s menjadi lembaga terakhir dari tiga besar pemeringkat global yang menurunkan peringkat kredit AS. Sebelumnya, Fitch sudah menurunkannya pada 2023, dan Standard & Poor’s pada 2011. Langkah Moody’s semakin menambah kekhawatiran pasar karena bisa berdampak pada kenaikan bunga pinjaman bagi pemerintah dan sektor swasta di AS.
Baca Juga: Trump: Saya Menggunakan Perdagangan untuk Selesaikan Masalah
Melansir Reuters, penurunan peringkat ini muncul di tengah perdebatan di Kongres mengenai RUU besar yang dijuluki “Big Beautiful Bill”. RUU ini mencakup pemotongan pajak, peningkatan belanja negara, dan pengurangan bantuan sosial. Banyak pihak menilai RUU ini justru akan menambah beban utang baru hingga triliunan dolar AS ke depan.
Menurut Komite untuk Anggaran Federal yang Bertanggung Jawab, RUU ini bisa menambah utang AS sekitar 3,3 triliun dolar hingga tahun 2034, bahkan bisa mencapai 5,2 triliun dolar jika ketentuannya diperpanjang.
Investor dan analis mulai waspada. Mereka khawatir kondisi fiskal AS yang buruk akan membuat obligasi pemerintah jangka panjang menjadi kurang menarik. Pasar obligasi bahkan menunjukkan tanda-tanda kecemasan melalui kenaikan premi risiko (term premium) untuk surat utang jangka panjang.
“Kita sedang berada di jalur yang tidak berkelanjutan,” ujar Anne Walsh, Chief Investment Officer di Guggenheim Partners, mengutip Reuters, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, tanpa perubahan besar dalam kebijakan fiskal, Amerika akan sulit keluar dari kondisi ini.
Baca Juga: Trump: India Tawarkan Kesepakatan Dagang Nol Tarif
Meski begitu, Gedung Putih membantah kekhawatiran tersebut. Mereka menyebut Moody’s terlalu politis dan menyampaikan bahwa kebijakan ekonomi Presiden Trump, termasuk tarif impor, justru telah mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Namun, pernyataan ini tidak cukup untuk meredakan pasar. Para pengamat fiskal menilai bahwa meskipun RUU baru membawa harapan untuk pertumbuhan jangka pendek, defisit anggaran tetap akan melebar dan tidak akan memberikan dorongan signifikan bagi ekonomi.
Kekhawatiran juga meningkat karena pemerintah telah mencapai batas utang (debt ceiling) sejak Januari dan hanya bisa bertahan lewat langkah-langkah darurat. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, memperingatkan bahwa pemerintah bisa kehabisan uang pada bulan Agustus jika batas utang tidak dinaikkan.
Situasi ini membuat investor global memperhatikan ketat langkah-langkah fiskal AS. Bila tidak segera ada solusi, risiko ekonomi lebih besar bisa muncul, tidak hanya untuk AS, tetapi juga untuk pasar keuangan dunia.
上一篇: KPK Siap Tindaklanjuti Laporan Ismail Bolong
下一篇: Jelang 70 Hari Pemerintahannya Berakhir, Jokowi Kukuhkan 76 Anggota Paskibraka 2024
猜你喜欢
- Maknai Hari Ibu Internasional, Indira Sudiro Ajak Wanita Hidup Sehat dan Seimbang
- Rebutan Saldo DANA Kaget Rp599.000! Siapa Cepat Dia Dapat!
- China Gencarkan Pengembangan Teknologi, Tak Melempem Ditekan Trump
- Uni Eropa Ancam Trump, Desak Negosiasi Tarif Impor Lebih Serius
- Profil 3 Stadion yang Bakal Digunakan Timnas Indonesia Tampil di Piala Asia 2023 Qatar
- Cuan Sambil Rebahan! Segera Klaim 3 Link Saldo DANA Kaget Hari Ini
- PINTU Raih Penghargaan Kepatuhan Hukum di Indonesia Regulatory Compliance Awards 2025
- Kerugian Scam di Sektor Keuangan Capai Rp2,1 Triliun
- Kemenkes Dampingi Keluarga Dokter Aulia Risma yang Laporkan Senior PPDS, Terungkap Alami Tekanan